Rabu, 28 Oktober 2020

Peran Tap Penanganan Anak Yang Memiliki Keterbelakangan Mental Di Sekolah Reguler

KASUS PENANGANAN ANAK YANG MEMPUNYAI KETERBELAKANGAN MENTAL DI SEKOLAH REGULER                                      A.       Latar Belakang Masalah Didunia ini tidak ada satupun orang tua yang ingin memiliki buah hati yang mempunyai keterbelakangan mental/ cacat mental adalah memiliki IQ di bawah normal. Pada dasarnya mereka ingin putra putrinya lahir dan berkembang sehat baik jasmani maupun rohani. Suatu anugerah dan menjadi pujian orang bau tanah jika memiliki buah hati sehat dan mempunyai predikat cerdas bahkan jenius. Hal ini   terjadi pada pasangan bapak Solikin dan ibu Etin mereka memiliki putra berinisial RB yang menderita keterbelakangan mental dan sekarang duduk di kelas III SDN 2 Dasri. Seharusnya R B disekolahkan di sekolah khusus, tetapi pihak orang tuanya tetap menyekolahkannya di sekolah regular (Sekolah Dasar Negeri 2 Dasri) . Hal ini alasannya adalah R B berasal dari keluarga yang tidak mampu   dan SLB terdekat ada di SDLB JAJAG k ecamatan Yosomulyo kota Banyuwangi   dengan jarak tempuh sekitar 20 km dari desa Dasri. Selain itu keterbatasan waktu juga rasa gengsi dan aib kalau RB bersekolah di SLB ialah hambatan bagi orang tua RB untuk menyekolahkan di SLB tersebut. Dari 24 orang siswa kelas III Sekolah Dasar Negeri 2 Dasri, cuma R B yang mengalami keterbelakangan mental . R B memiliki tingkat IQ dibawah 70. Hal ini sudah dibuktikan dari tes IQ yang pernah dikerjakan oleh pihak sekolah. Tes yang dilakukan yakni WISC(R) –   Weschsler Intelligence Scale for Children (Revised). Tes yang digunakan untuk mengukur kesanggupan anak,   t e s ini mengukur kesanggupan-kesanggupan seperti pengertian, pembendaharaan kata, berhitung, pikiran sehat, dan ingatan.   Jika dilihat secara fisik RB mempunyai kesanggupan menggerakkan tubuh dan anggota badannya dengan   wajar , tetapi koordinasi, kemampuan berbahasa dan sosialnya terhambat. Selain itu RB kadang kala bertingkah diluar kewajaran anak-anak seusianya yang merepotkan dikendalikan oleh siapapun , tidak jarang ia berteriak histeris apabila menerima persoalan, misalnya kalau ada tugas yang tidak bisa dia kerjakan . Bahkan nyaris tiap hari RB buang air kecil di celana, dan mengganggu teman-teman lainya pada dikala pembelajaran berlangsung. Permasalahan inilah yang perlu dituntaskan bagi tenaga pengajar di kelas III Sekolah Dasar Negeri 2 Dasri.     Tugas TAP Penanganan Anak Yang Mempunyai Keterbelakangan Mental Di Sekolah Reguler B.        Identifikasi Masalah Dari 24 orang siswa kelas III SDN 2 Dasri, cuma R B yang terindentifikasi mengalami keterbelakangan mental .   RB mempunyai kesanggupan menggerakkan badan dan anggota badannya dengan   wajar , tetapi kerjasama, kesanggupan berbahasa dan sosialnya terhambat. RB seringkali berperilaku diluar kewajaran anak-anak seusianya, tidak jarang beliau berteriak histeris kalau menerima permasalahan . RB buang air kecil di celana, dan mengusik teman-sobat lainya pada saat pembelajaran berjalan. O rang tua R B tidak akan setuju a pabila RB disarankan untuk melanjutkan sekolah di SLB tentunya dengan argumentasi ekonomi , waktu dan jarak yang jauh . C.     Pokok Permasalahan B e rdasarkan aneka macam kenali urusan diatas mampu disimpulkan menjadi beberapa pokok permasalahan, diantaranya yaitu : 1.       R B ialah satu-satunya siswa kelas III yang mengalami keterbelakangan mental dan bersekolah di sekolah reguler ( SDN 2 Dasri ). 2.       O rang renta R B tidak akan setuju jika RB   direkomendasikan untuk melanjutkan sekolah di SLB tentunya dengan alasan ekonomi. D.     Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan pokok permasalahan diatas, maka rumusan dilema yang mampu dikemukakan yaitu :   1. B agaimana menanggulangi R B yang mempunyai keterbelakangan mental agar tetap mampu melanjutkan sekolahnya ? E.      Alternatif Pemecahan Masalah Dalam klasifikasi cacat mental, R B berada dalam klasifikasi cacat mental ringan. Cacat mental ringan disebut juga debil. Kelompok ini mempunyai IQ antara 68-52 menurut Binet, sedangkan berdasarkan Skala Weschler (WISC) mempunyai IQ 69-55. Mereka masih mampu mencar ilmu membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Namun kebanyakan anak cacat mental ringan tidak mampu melaksanakan penyesuaian sosial secara independen dan anak ini tidak mengalami gangguan fisik. Mereka secara fisik tampak seperti anak wajar kebanyakan. Oleh alasannya itu agak susah membedakan secara fisik antara anak cacat mental dengan anak wajar . Anak cacat mental ringan banyak yang lancar mengatakan namun kurang pembendaharaan kata-katanya. Mereka mengalami kesukaran berfikir abstrak, namun mereka masih dapat mengikuti pelajaran akademik baik di sekolah umummaupun di sekolah khusus.   Maksudnya, kecerdasan berfikir seseorang cacat mental ringan paling tinggi sama dengan kecerdasan anak normal usia 10 tahun. Usaha yang semestinya dilakukan oleh pihak sekolah diantaranya adalah : 1.     Berkomunikasi dengan pihak orang tua untuk menyarankan biar R B dipindahkan sekolah ke SLB. -     Pihak Sekolah pastinya menunjuk guru senior dan terlatih yang profesional mengunjungi rumah orang bau tanah RB dan memberitahukan dengan bijak ihwal dampak kasatmata dan perkembangan yang hendak didapat RB jikalau sekolah di SLB. -     Mengajak orang tua RB ke sekolah SLB terdekat untuk berkonsultasi tentang biaya, tata cara pembelajaran dan hasil yang hendak di capai RB. -     Memberikan penegasan saran yang terbaik untuk orang bau tanah RB, bahwa SLB yakni wadah pendidikan terbaik untuk RB. 2.     Sekolah memperlakukan R B secara khusus -     Memberikan kelas khusus/ ruangan khusus pada dikala pembelajaran berlangsung. -     Memberikan bahan yang berbeda dengan siswa lain sesuai dengan kemampuan RB. -     Pada mata pelajaran olah raga dan keterampilan/ seni RB bergabung dengan teman satu kelasnya. F.      Analisis Alternatif Pemecahan Masalah 1.    Ke kuat an a.        Berkomunikasi dengan pihak orang tua untuk menyarankan supaya R B dipindahkan sekolah ke SLB. Berkomunikasi dan berkonsultasi dengan pihak orang tua siswa sangat baik dikerjakan dalam rangka gotong royong untuk memajukan kualitas pendidikan anak asuh. Tidak jarang didapatkan solusi-penyelesaian gres saat kita sharing dengan para orang bau tanah siswa. Pihak orang renta menjadi mengenali hambatan yang dihadapi anak-anaknya dalam menimba ilmu. Dan orang bau tanah memahami apa yang diharapkan dan yang terbaik buat anaknya. b.       Sekolah memperlakukan R B secara khusus Dengan memperlakukan R B secara khusus dibutuhkan R B lebih gampang memahami pelajaran, disamping itu R B tidak lagi mengusik teman-temannya yang lain. Pada mata pelajaran yang ringan RB kembali bergabung bareng sobat sekelasnya biar tidak merasa terasing dan dikucilkan. Perlakuan guru secara khusus akan membantu R B agar tidak terlalu jauh ketinggalan dalam mengikuti semua pembelajaran. 1.     Kelemahan a.     Berkomunikasi dengan pihak orang tua untuk menyarankan supaya R B dipindahkan sekolah ke SLB. Sudah kadang kala pihak sekolah menyarankan semoga R B dipindahkan ke SLB, akan tetapi pihak orang tuanya tetap menolak, dengan alasan biaya yang tidak ada. Malahan pihak orang tua menyarankan biar R B berhenti dari sekolah. Semakin sering pihak sekolah berkonsultasi dengan pihak orang tua, justru pihak orang bau tanah malah merasa jengah dan hamp i r saja mengambil keputusan yang salah, yakni melarang R B untuk masuk sekolah. b.     Sekolah memperlakukan R B secara khusus Alternati f lain yang dijalankan sekolah adalah memperlakukan R B secara khusus. R B diposisikan di kelas khusus terpisah dengan sobat-temannya lainnya. Cara guru dalam mengajar R B juga berbeda saat mengajar anak yang lain, perhatian yang lebih dan ketelatenan yang ditingkatkan. Namun justru R B merasa kesepian dan terus memaksa untuk tetap mencar ilmu bersama dengan teman-temannya lainnya. Apabila ditolak R B sering mengamuk dengan berteriak histeris. Dalam hal ini betul-betul dibutuhkan guru yang mampu menyelami psikologis RB dan di perlukan ketekunan yang lebih. G.     Alternatif yang paling efektif Berdasarkan semua masalah diatas, alternati f yang dianggap paling efektif adalah memperlakukan R B secara khusus. Perlakuan secara khusus ini dapat dilaksanakan dengan menyediakan ruang khusus bagi siswa-siswa yang mengalami keterbelakangan mental maupun fisik. Selain itu mampu pula mendatangkan atau mengutus beberapa guru untuk mengikuti pelatihan guru inklusi. Yaitu pembinaan perihal bagaimana mengatasi belum dewasa yang mengalami keterbelakangan mental. Dengan memperlakukan R B secara khusus, guru mampu lebih mengetahui keinginan dan sikap R B yang menyimpang. Dengan demikian guru akan lebih gampang mengatasi keterbelakangan yang dimiliki R B Oleh  NUNING TRI WAHYUNI
Sumber https://somadrug1.blogspot.com


EmoticonEmoticon