Kamis, 25 Juni 2020

Yuk Belajar Tipografi Puisi Disini

Tipografi Puisi – Sebelum membahas lebih lanjut, ada baiknya kita memahami lebih dahulu tentang apa itu tipografi?


Menurut Wikipedia tipografi adalah seni cetak atau tatanan huruf dengan aturan penyebaran pada ruang yang tersedia untuk menciptakan kesan tertentu guna kenyamanan membaca.


Jika kita lihat beberapa puisi tentu memiliki berbagai perbedaan bentuk, ada yang di tuliskan dengan halaman yang tidak dipenuhi kata, penempatan pada tepi kanan dan kiri, berbentuk zig zag, terpisah-pisah perkatanya, dan dengan bentuk pola lainnya.


Bentuk tersebut tidak sekedar bermaksud memperindah tampilan puisi semata, tetapi juga pada tujuan penyampaian pemahaman tentang isi puisi beserta mempermudah pembaca.


Dalam tipografi juga digunakan peletakan huruf kapital dan tanda baca dalam baris puisi.


Selain tipografi puisi, bentuk dalam susunan baris puisi juga disebut wajah puisi.


Puisi dengan tipografi disebut puisi kontemporer yaitu suatu puisi yang terikat pada tema dan struktur fisik.


Tipografi puisi pada mulanya di gunakan oleh penyair yang kurang percaya dengan kekuatan kata sehingga menggunakan bentuk fisik puisi sebagai penarik dan diharapkan memberikan kenyamanan pada pembacanya.


Salah satu penyair puisi kontemporer ini adalah Sutardji dimana beliau mulai tidak mempercayai kekuatan kata dan lebih percaya pada eksistensi bunyi.


Berbagai contoh tipografi puisi dapat dilihat pada bentuk-bentuk puisi berikut!


[lwptoc]

Sebagai Dahulu


Laksana bintang berkilat cahaya,

Di atas langit hitam kelam,

Sinar berkilau cahya matamu,

Menembus aku kejiwa dalam.


Ah, tersadar aku,

Dahulu ………………………………

Telah terpasang lentera harapan

Tetiup angin gelap keliling.


Laksana bintang di langit atas,

Bintangku Kejora

Segera lenyap peredar pula,

Bersama zaman terus berputar


(Aoh Kartahadimaja, Gema tanah Air, hal. 51)


Doa Perahu


tuhanku

          beritahu

                    kini


ke manakah

               harus

                      kupergi


ke muara

            menyongsong

                       laut

                                 biru


ataukah

           melawan

                     arus

                         menuju

                                   hulu


(Ismed Natsir, Horison, Oktober, 1974)


Tapi


aku bawakan bunga padamu

tapi kau bilang masih

aku bawakan resah padamu

tapi kau bilang hanya

aku bawakan darahku padamu

tapi kau bilang cuma

aku bawakan mimpiku padamu

tapi kau bilang meski

aku bawakan dukaku padamu

tapi kau bilang tapi

aku bawakan mayatku padmu

tapi kau bilang hampir

aku bawakan arwahku padamu

tapi kau bilang kalau

tanpa apa aku datang padamu

wah!


(Sutardji Calzoum Bachri, O AMUK KAPAK, 1981)


Pada beberapa contoh puisi di atas kita dapat membandingkan bentuk yang satu dengan bentuk yang lainnya sehingga dapat memilih dan menilai bentuk mana yang membantu.


Selain itu juga mempermudah kita dalam memahami puisi maupun memberi kenyamanan saat membacanya sehingga dapat kita gunakan sebagai bentuk awal jika kita ingin membuat tipografi pada puisi yang kita tuliskan.



Sumber er.com


EmoticonEmoticon